Dinamika Politik 2024, Adib: Siap-siap Wajah Baru di Parlemen

Sebarkan:

Penulis adalah Muhammad Adib Al Farisi Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ninemedia.id, PONTIANAK,- Mengawali atmosfer politik di Tanah Air mendapatkan babak baru yang hangat untuk di bahas, pada faktanya bahwa dalam penetapan ada 17 Partai Politik melalui surat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 518 Tahun 2022, Kamis 2 Maret 2023. 

Tentunya, ini signifikan dalam penetapan pada peserta pemilu yang menandai dimulainya pesta demokrasi yang akan menentukan hitam putih dalam saksi sejarah di abad Ke-21. Ini menjadi sarat nilai dan moral identitas kebangsaan dalam menganut doktrin negara hukum yang demokratis.



Ini juga kemudian menjadi salah satu tahap menarik dalam tahapan sebelumnya, seperti perencanaan dalam program dan anggaran, penyusunan peraturan KPU, pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, serta pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu.

Sayangnya pada tahap penetapan pemilu ada kabar yang menjadi tidak memenuhi syarat sebagai partai politik, seperti pada tahap verifikasi faktual yang mana tahapan ini penelitian atau pemeriksaan syarat kepengurusan dan keanggotaan partai politik yang dikhususkan bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR RI.



Disinyalir gagal dalam memenuhi ambang batas parlemen (Parlementary Threshold) sedikitnya 4% dan partai politik baru. Lebih mengkhawatirkan lagi, dugaan kecurangan itu disinyalir terjadi karena intervensi dan intimidasi dari pejabat KPU, baik di pusat maupun provinsi.

Apalagi secara faktual, melihat di lapangan terjadinya penyelewengan pada pemilihan umum yang kini mengalami regresi. Saat ini kita mungkin melihat di situasi negara yang menjadi rapuhnya perjalanan demokrasi, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kita berharap, KPU tidak menjadi pengisi daftar berikutnya.

[cut]

Bagaimana pun juga, terjadinya dugaan kecurangan pada distorsi objektivitas verifikasi secara faktual. Tentu menjadi sangat rumit situasi keruh akibat dugaan kecurangan.

Dan patut dikhawatirkan dapat dimanfaatkan sebagai instrumen justifikasi oleh pihak-pihak tertentu yang masih saja mewacanakan penundaan pemilu.



Oleh karena itu, perlu integritas pemilu dapat diukur dengan melakukan analisis atas regulasi, tahapan, pembentukan daerah pemilihan, daftar pemilih tetap, pendaftaran partai politik peserta pemilu, pencalonan kandidat, pemberitaan media. 



Dan juga, dana kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, rekapitulasi suara, penyelenggara pemilu, peserta pemilu, serta tentunya masyarakat pemilih.

Meskipun pada praktiknya masyarakat yang menjadi penentu pemilu yang berintegritas. Dalam konteks kenegaraan perlunya Indonesia menjadikan KPU, BAWASLU, dan DKPP dapat lembaga yang berintegritas, sehingga menuai kepercayaan publik terhadap hasil pemilu nantinya.

[cut]

Demikian juga terjadinya indikasi tindak pidana dalam dugaan kecurangan dari penyelenggaraan pemilu tentu wewenang kepolisian untuk menanganinya.

Di proses secara konstitusi maupun sampai pada akhirnya permasalahan sengketa dapat diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, yang mana sesuai dengan amanat dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945.



Pada akhirnya, perlu ditegaskan bahwa  persoalan pemilu yang baik tidak selalu pemilu yang tanpa cacat dengan nihil pelanggaran, tetapi pemilu yang ketika pelanggaran terjadi di dalamnya dapat diselesaikan melalui koridor hukum sebaik-baiknya. (Ant)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini