Aktivis Kalbar Tolak Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kades

Sebarkan:

Penulis adalah Habib Mulyadi. Aktivis Mahasiswa Kalimantan Barat, Ketua Umum HMI Komisariat Fisip Cabang Pontianak. 

Ninemedia.id, PONTIANAK,- Wacana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa (Kades) di Indonesia menuai pro dan kontra, 22 Januari 2023. 

Salah satunya disampaikan oleh Aktivis Mahasiswa Kalimantan Barat, Ketua Umum HMI Komisariat Fisip Cabang Pontianak, Habib Mulyadi. Kata dia, Desa adalah entitas terdepan dalam setiap proses pembangunan Bangsa dan Negara. 



Hal ini menyebabkan pemerintahan desa memiliki arti yang sangat strategis sebagai basis penyelenggaraan pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak publik rakyat lokal.


Selain itu, pemerintaham desa adalah Lembaga yang memiliki wewenang penuh dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia disuatu desa, maka setiap dana yang disetujui wajib digunakan sebaik-baiknya untuk mengembangkan potensi di desa nya.



Masa jabatan kepala desa sesuai dalam peraturan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa: Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. 

Namun akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan dengan demonstrasi yang dilakukan oleh para kepala desa di depan Gedung DPR pada hari senin, 16 Januari 2023 lalu yang meminta perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Mereka menilai masa jabatan kepala desa yang hanya 6 tahun tidak cukup untuk membangun desa.

[cut]


Menjadi sebuah pertanyaan besar tentang apa yang dilakukan oleh kepala desa selama 6 tahun tersebut? Dan apa yang kemudian menjamin jika masa jabatan kepala desa ditambah menjadi 9 tahun maka pembangunan didesa akan lebih baik?.

Bukankah ini merupakan potret kemiskinan gagasan kepala desa yang tidak mempu memberikan kontribusinya untuk membangun wilayah dan masyarakat yang ia pimpin?



Keberhasilan suatu pemerintah desa, tidak bisa dinilai dari berapa lama masa jabatan kepala desa, melainkan dari bagaimana kerja-kerja nyata yang telah dilakukan sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan ditengah masyarakat desa.


Pun jikalau merasa apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab selama 6 tahun tersebut belum terpenuhi, sebagaimana yang telah diatur dalam UU no. 6 tahun 2014, maka kepala desa memiliki kesempatan untuk dapat mencalonkan dirinya Kembali sebanyak 3 kali. 



Tentunya jika kepercayaan itu telah didapatkan dari masyarakat, tidak menutup kemungkinan maka dialah yang akan kembali terpilih menjadi kepala desa. 

Polarisasi akibat Pilkades tidak memiliki dampak yang signifikan sampai menghambat pembangunan yang ada di desa, mengingat pemerintah desa adalah Lembaga yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dengan segala kebutuhan-kebutuhan sosial yang ada didalamnya. 

[cut]

Hanya kepala desa yang tidak memiliki gagasan dan kepercayaan masyarakat saja yang akan kesulitan dalam hal membangun desa berapapun lamanya.

Perpanjangan masa jabatan kepala desa juga dapat menghambat inovasi dan regenerasi kepemimpinan yang ada di desa. 

Masyarakat menjadi tidak terlalu fokus terhadap pemerintah desa, terhadap siapa yang mempimpin dan apa yang telah dilakukan untuk desa. 



Masyarakat akan cenderung memikirkan kehidupannya sendiri akibat kebosanan terhadap kinerja pemerintah desa yang pastinya akan cenderung begitu lama (karena merasa lebih banyak waktu) dalam mengurusi masalah yang ada di desa seiring perpanjangan masa jabatan kepala desa jika sampai di sahkan.


Perpanjangan masa jabatan kepala desa juga dapat membahayakan demokrasi di Indonesia. Sesuai yang telah diatur dalam konstitusi bahwasannya masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun, maka masyarakat bahkan kepala desa yang merupakan bagian dari apatur pemerintahan haruslah tunduk dan patuh terhadap konstitusi. 



Selain itu, masa jabatan yang sangat lama akan dapat membuat mereka merasa menjadi “raja kecil” didaerahnya, memimpinan tanpa adanya pengawasan yang ketat, terlebih dana desa yang dikelola tidak sedikit jumlahnya. 

Tentunya ini dapat dinilai sebagai kepentingan pribadi para kepala desa saja (kepentingan sepihak), mengingat tidak ada satupun masyarakat desa yang menyuarakan atau mendukung perpanjangan masa jabatan kepala desa. 

[cut]

Jelas bahwa ini murni hasrat politik para kepala desa, dan bisa dikatakan hal ini sangat merendahkan demokrasi.

Sudah seharusnya para kepala desa lebih fokus terhadap program kerja, janji-janjinya kepada masyarakat desa yang belum direalisasikan tanpa memikirkan berapa lama masa jabatan yang masih ia emban. 


Ini akan menjadikan pembangunan di desa lebih baik lagi ketimbang harus memperpanjang masa jabatan kepala desa yang hal ini belum tentu efektif untuk dapat membangun desa yang lebih baik lagi kedepannya. (Ant)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini